Pada umumnya semua orangtua pasti bangga ketika melihat rapor sang anak yang penuh dengan angka 8 dan 9, apalagi jika buah hatinya berhasil meraih rangking di kelasnya. Wah, rasa bangga bercampur rasa puas menyeruak dalam dada orangtua.
Ada banyak faktor yang umumnya menentukan kecerdasan seseorang, antara lain faktor genetik, gizi, lingkungan, dan lain-lain. Menurut hasil penelitian, anak-anak yang mendapat perhatian banyak dari orangtuanya, memiliki IQ yang cukup tinggi, terutama anak yang banyak mendapat perhatian dari sang ayah. Secara tidak langsung, kehadiran sosok ayah memberikan tambahan rasa bagi si anak sehingga menjadi lebih leluasa dalam melakukan kreativitas. Begitu pula halnya dengan anak-anak yang mendapat asupan air susu ibu (ASI) paling sedikit selama 6 bulan penuh, menunjukkan ciri-ciri ber-IQ lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang disusui selama kurang dari 3 bulan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya hubungan psikologis antara anak dan ibu yang tercipta saat menyusui, yang sangat mungkin menjadi faktor penting dalam perkembangan IQ. Namun, pada umumnya, IQ atau daya tangkap seseorang dalam perkembangannya mengalami perubahan yang disebabkan antara lain oleh berbagai faktor seperti organo – biologis atau kerusakan yang terjadi pada sel-sel otak akibat penyakit berat atau ganas, psiko – sosial yakni berbagai hambatan oleh lingkungan, dan kelainan kromosom yang dapat menyebabkan anak-anak menjadi terbelakang mentalnya.
Namun ada hal yang acapkali terlupakan orangtua, yakni kesadaran bahwa kesuksesan seseorang sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan akademis atau tingginya IQ yang dimiliki, tetapi ada kecerdasan lain yang justru lebih berperan dalam kesuksesan seseorang.
Kecerdasan di luar IQ ini disebut EQ (Emotional Quotient) atau yang biasa dikenal dengan kecerdasan emosional. Adapun kecerdasan emosional, mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri sehingga mampu bertahan dalam menghadapi berbagai kerikil tajam dalam kehidupan yang dapat menyebabkan rasa frustasi.
Kecerdasan emosional akan membentuk pribadi seseorang menjadi mampu mengendalikan dorongan hati dan emosi. Insan dengan kecerdasan emosional, biasanya pandai mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikirnya untuk tetap membaca perasaan orang lain (berempati), serta memiliki kemampuan menyelesaikan konflik.
Bagaimana pun juga, kecerdasan atau IQ seseorang tidaklah berarti apa-apa jika tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional, menambahkan banyak sifat yang membuat seseorang lebih manusiawi. Sebagaimana IQ, kecerdasan emosional perlu diterapkan sejak dini melalui berbagai kegiatan yang mampu menggerakkan anak untuk bersosialisasi.
Masuk Sanggar Seni
Penelitian menunjukkan, IQ menyumbang sebanyak 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% ditentukan faktor lain. Jadi, kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi berbagai gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap, mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan mereka di masa depan. Entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, atau pun dalam menangkap berbagai aturan tak tertulis yang menentukan keberhasilan dalam hidup.
Lalu bagaimana kita mempersiapkan anak-anak kita dalam menempuh kehidupan? Untuk itu, anak perlu mendapat pendidikan kecakapan manusiawi dasar seperti pendidikan agama, pengendalian diri dan empati, pendidikan seni dan latihan kerjasama. Pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak, akan sangat menentukan pembentukan keterampilan sosial dan emosional di masa dewasa. Salah satu metode pendekatan untuk mengoptimalkan kecerdasan emosional adalah melalui kegiatan seni. Melalui aktifitas seni, anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosional mereka. Memasukan anak ke sanggar atau kelompok seni adalah pilihan terbaik. Di sanggar, anak dapat memilih kegiatan yang mereka minati misalnya tari tradisional dan modern, musik, peran atau akting, model, melukis dan vocal atau seni suara, dan lain-lain. Selain dapat mengembangkan potensi atau bakat seni yang mereka miliki, anak juga akan mendapat pengalaman empiris dalam bersosialisasi. Keberanian untuk tampil menyajikan kebolehan yang mereka miliki di hadapan orang banyak, adalah kemampuan yang tak dimiliki semua orang. Bahkan, anak Anda pun akan memiliki kesempatan untuk berprestasi dalam seni hingga tampil atau pentas di berbagai tempat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Nah, jika Anda ingin IQ dan EQ si buah hati berkembang secara seimbang, jangan hanya bersandar pada pendidikan di sekolah, silahkan masukan si kecil ke sanggar atau kelompok seni terdekat agar mereka mampu mengembangkan kecerdasan emosionalnya dengan lebih baik.
Ada banyak faktor yang umumnya menentukan kecerdasan seseorang, antara lain faktor genetik, gizi, lingkungan, dan lain-lain. Menurut hasil penelitian, anak-anak yang mendapat perhatian banyak dari orangtuanya, memiliki IQ yang cukup tinggi, terutama anak yang banyak mendapat perhatian dari sang ayah. Secara tidak langsung, kehadiran sosok ayah memberikan tambahan rasa bagi si anak sehingga menjadi lebih leluasa dalam melakukan kreativitas. Begitu pula halnya dengan anak-anak yang mendapat asupan air susu ibu (ASI) paling sedikit selama 6 bulan penuh, menunjukkan ciri-ciri ber-IQ lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang disusui selama kurang dari 3 bulan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya hubungan psikologis antara anak dan ibu yang tercipta saat menyusui, yang sangat mungkin menjadi faktor penting dalam perkembangan IQ. Namun, pada umumnya, IQ atau daya tangkap seseorang dalam perkembangannya mengalami perubahan yang disebabkan antara lain oleh berbagai faktor seperti organo – biologis atau kerusakan yang terjadi pada sel-sel otak akibat penyakit berat atau ganas, psiko – sosial yakni berbagai hambatan oleh lingkungan, dan kelainan kromosom yang dapat menyebabkan anak-anak menjadi terbelakang mentalnya.
Namun ada hal yang acapkali terlupakan orangtua, yakni kesadaran bahwa kesuksesan seseorang sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan akademis atau tingginya IQ yang dimiliki, tetapi ada kecerdasan lain yang justru lebih berperan dalam kesuksesan seseorang.
Kecerdasan di luar IQ ini disebut EQ (Emotional Quotient) atau yang biasa dikenal dengan kecerdasan emosional. Adapun kecerdasan emosional, mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri sehingga mampu bertahan dalam menghadapi berbagai kerikil tajam dalam kehidupan yang dapat menyebabkan rasa frustasi.
Kecerdasan emosional akan membentuk pribadi seseorang menjadi mampu mengendalikan dorongan hati dan emosi. Insan dengan kecerdasan emosional, biasanya pandai mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikirnya untuk tetap membaca perasaan orang lain (berempati), serta memiliki kemampuan menyelesaikan konflik.
Bagaimana pun juga, kecerdasan atau IQ seseorang tidaklah berarti apa-apa jika tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional, menambahkan banyak sifat yang membuat seseorang lebih manusiawi. Sebagaimana IQ, kecerdasan emosional perlu diterapkan sejak dini melalui berbagai kegiatan yang mampu menggerakkan anak untuk bersosialisasi.
Masuk Sanggar Seni
Penelitian menunjukkan, IQ menyumbang sebanyak 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% ditentukan faktor lain. Jadi, kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi berbagai gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap, mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan mereka di masa depan. Entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, atau pun dalam menangkap berbagai aturan tak tertulis yang menentukan keberhasilan dalam hidup.
Lalu bagaimana kita mempersiapkan anak-anak kita dalam menempuh kehidupan? Untuk itu, anak perlu mendapat pendidikan kecakapan manusiawi dasar seperti pendidikan agama, pengendalian diri dan empati, pendidikan seni dan latihan kerjasama. Pengalaman dan pendidikan di masa kanak-kanak, akan sangat menentukan pembentukan keterampilan sosial dan emosional di masa dewasa. Salah satu metode pendekatan untuk mengoptimalkan kecerdasan emosional adalah melalui kegiatan seni. Melalui aktifitas seni, anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosional mereka. Memasukan anak ke sanggar atau kelompok seni adalah pilihan terbaik. Di sanggar, anak dapat memilih kegiatan yang mereka minati misalnya tari tradisional dan modern, musik, peran atau akting, model, melukis dan vocal atau seni suara, dan lain-lain. Selain dapat mengembangkan potensi atau bakat seni yang mereka miliki, anak juga akan mendapat pengalaman empiris dalam bersosialisasi. Keberanian untuk tampil menyajikan kebolehan yang mereka miliki di hadapan orang banyak, adalah kemampuan yang tak dimiliki semua orang. Bahkan, anak Anda pun akan memiliki kesempatan untuk berprestasi dalam seni hingga tampil atau pentas di berbagai tempat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Nah, jika Anda ingin IQ dan EQ si buah hati berkembang secara seimbang, jangan hanya bersandar pada pendidikan di sekolah, silahkan masukan si kecil ke sanggar atau kelompok seni terdekat agar mereka mampu mengembangkan kecerdasan emosionalnya dengan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar