:

Minggu, 14 Desember 2008

Penjaga Rumah yang Setia

Dikisahkan, di sebuah dusun kecil tinggal keluarga petani yang memiliki seorang anak yang masih bayi. Keluarga itu memiliki seekor anjing yang dipelihara sejak kecil. Anjing itu pandai, setia, dan rajin membantu si petani. Dia bisa menjaga rumah bila majikannya pergi, mengusir burung-burung di sawah dan menangkap tikus yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. Si petani dan isterinya sangat menyayangi anjing tersebut.
Suatu hari, si petani harus menjual hasil panennya ke kota. Karena beban berat yang harus dibawanya, dia meminta isterinya ikut serta untuk membantu, agar secepatnya menyelesaikan penjualan dan sesegera mungkin pulang ke rumah. Si bayi ditinggal dan tertidur lelap di ayunan serta dipercayakan di bawah penjagaan anjing mereka.
Menjelang malam, setiba di dekat rumah, si anjing berlari menyongsong kedatangan majikannya dengan menyalak keras berulang-ulang, melompat-lompat dan berputar-putar, tidak seperti biasanya. Suami isteri itu pun heran dan merasa tidak tenang menyaksikan ulah si anjing yang tidak biasa. Dan, betapa kagetnya mereka, setelah berhasil menenangkan anjingnya…Astaga, ternyata moncong si anjing berlumuran darah segar!
“Lihat Pak! Moncong anjing kita berlumuran darah! Pasti telah terjadi sesuatu pada anak kita!” teriak si ibu histeris, ketakutan, dan mulai terisak menangis.
“Hah…benar! Kurang ajar kau anjing! Kau apakan anakku? Pasti telah kau makan!” si petani ikut berteriak panik.
Dengan penuh kemarahan, si petani spontan meraih sebuah kayu dan secepat kilat memukuli si anjing itu tepat di bagian kepalanya. Anjing itu terdiam sejenak. Tak lama, dia menggelepar kesakitan, memekik perlahan dan dari matanya tampak tetesan airmata, sebelum kemudian ia terdiam untuk selamanya.
Bergegas kedua suami isteri itu pun berlari masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di kamar, tampak anak mereka masih tertidur lelap di ayunan dengan damai. Sedangkan di bawah ayunan, tergeletak bangkai seekor ular besar dengan darah berceceran bekas gigitan.
Mereka pun segera sadar bahwa darah yang menempel di moncong anjing tadi adalah darah ular yang hendak memangsa anak mereka. Perasaan sesal segera mendera. Kesalahan fatal telah mereka lakukan. Emosi kemarahan yang tidak terkendali telah membunuh anjing setia yg mereka sayangi. Tentu, penyesalan mereka tidak akan membuat anjing kesayangan itu hidup kembali.
Sungguh mengenaskan. Gara-gara emosi dan kemarahan yang membabi buta, seekor anjing setia yang telah membantu dan membela majikannya, harus mati secara tragis.
Begitu pula kehidupan ini. Begitu banyak permasalahan, pertikaian, perselisihan bahkan peperangan, muncul dari emosi yang tidak terkontrol. Inti dari cerita tersebut, jangan mengambil keputusan apapun di saat emosi sedang melanda. Sebab, bila itu yang dilakukan, bisa fatal akibatnya. Bagaimanapun, kita butuh belajar dan melatih diri agar saat emosi tengah membara, kita tetap mampu mengendalikan diri secara sabar dan bijak.

Tidak ada komentar: